Jakarta – Film A Business Proposal menjadi perbincangan hangat setelah mendapatkan rating rendah di situs IMDb.
Berdasarkan pantauan dari iMDb film yang dibintangi oleh Abidzar Al Ghifari ini hanya mengantongi rating 1/10 dari 16.720 pengguna.
Capaian ini memicu diskusi di kalangan penonton, terutama karena banyak ulasan lebih menyoroti perilaku Abidzar dibandingkan kualitas filmnya.
iMDb, platform perfilman yang memungkinkan pengguna memberikan penilaian tanpa harus menonton film terlebih dahulu, menjadi salah satu faktor mengapa rating rendah ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan patokan. ”
Rating di IMDb sering kali dipengaruhi oleh tren, bukan pengalaman menonton,” ujar seorang penonton.
Namun, berbeda dengan IMDb, situs film lainnya seperti Letterboxd memberikan ruang untuk penilaian yang lebih beragam.
Di platform tersebut, beberapa penonton memberikan rating 3 bintang untuk film ini. Penampilan Caitlin Halderman sebagai lawan main Abidzar juga mendapat apresiasi.
Banyak yang memuji gaya centil Caitlin yang dianggap berhasil membawa warna ceria dalam film arahan Rako Prijanto.
Sayangnya, performa film ini di bioskop ikut terdampak oleh seruan boikot yang digaungkan oleh penggemar drama Korea Business Proposal.
Para penggemar menilai film adaptasi ini tidak menghormati karya aslinya. Kritik paling tajam diarahkan kepada Abidzar Al Ghifari, yang dinilai arogan karena tidak menonton drama maupun membaca webtoon sebagai bahan referensi sebelum memerankan karakter utama.
Abidzar, yang merupakan putra mendiang Ustaz Jefri Al Buchori, juga membuat pernyataan yang semakin memicu kontroversi.
Dalam wawancara, ia mengaku tidak peduli apakah filmnya akan ditonton atau tidak. Sikap ini membuat penggemar drakor semakin kecewa.
“Sebagai aktor, dia seharusnya menunjukkan rasa hormat pada penggemar karya asli,” ujar salah satu netizen.
Meski menghadapi kritik tajam, A Business Proposal tetap memiliki sisi positif. Keberhasilan Caitlin Halderman mencuri perhatian menjadi sorotan di tengah perdebatan.
Selain itu, sutradara Rako Prijanto berhasil menyuguhkan visual menarik yang diakui oleh beberapa penonton.
Kisah ini menjadi pengingat penting bagi industri film Indonesia bahwa adaptasi membutuhkan pendekatan yang menghormati karya asli dan penontonnya.
Film dengan judul besar seperti ini membawa ekspektasi yang tinggi, sehingga setiap elemen—mulai dari aktor hingga naskah—perlu diperhatikan secara detail.
Sebagai kesimpulan, meskipun rating IMDb 1/10 menjadi pukulan berat, film ini tetap menawarkan beberapa elemen positif yang patut diapresiasi.
Namun, belajar dari kasus ini, perilaku aktor dan cara pendekatan terhadap penggemar karya asli adalah faktor yang tidak bisa diabaikan