Jakarta – I Wayan Agus Suwartama, atau yang dikenal sebagai Agus Difabel, baru saja melepas masa lajangnya di tengah kasus hukum yang sedang dihadapinya.
Agus, yang merupakan pria tunadaksa tanpa tangan, menikahi pujaan hatinya, Ni Luh Nopianti, melalui prosesi adat Bali yang berlangsung unik dan penuh tradisi.
Namun, yang menarik adalah, Agus tidak hadir secara langsung dalam pernikahan ini. Sosoknya digantikan oleh keris yang dibungkus kain putih, sesuai dengan adat Hindu Bali.
Hal ini dilakukan karena Agus masih berada dalam tahanan di Rutan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), terkait kasus pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswi di Mataram.
Menurut Ainuddin, pengacara Agus, rencana pernikahan ini sebenarnya sudah disusun jauh sebelum Agus tersandung kasus hukum.
“Dari awal memang sudah direncanakan pernikahan ini, sebelum ada masalah hukum. Jadi, keluarga tetap memutuskan untuk melanjutkan sesuai kesepakatan,” kata Ainuddin dikutip pada Selasa (15/04).
Pernikahan ini dilakukan melalui prosesi Widhi Widana, sebuah upacara pernikahan dalam tradisi Hindu Bali. Meski Agus tidak hadir secara fisik, pernikahan tetap sah secara adat.
Prosesi adat Bali memiliki cara unik untuk mengatasi ketidakhadiran mempelai laki-laki. Dalam kasus Agus, perannya digantikan oleh sebuah keris, yang dianggap sebagai simbol suami.
Keris tersebut diarak dengan balutan kain putih, disaksikan oleh keluarga besar kedua mempelai, tokoh agama, dan perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
“Dengan prosesi ini, secara adat mereka sudah sah sebagai suami istri,” jelas Ainuddin.
Walaupun sudah menikah, proses hukum yang sedang dijalani Agus tetap berjalan sesuai prosedur.
Ainuddin menjelaskan, saat ini Agus masih menunggu vonis hakim terkait kasus pelecehan seksual yang menjeratnya.
Jika dinyatakan bersalah, ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 300 juta.
“Ini pernikahan secara adat, belum secara administrasi. Untuk status sah di mata negara, tentu harus menunggu Agus menyelesaikan proses hukumnya,” tambahnya lagi.
Ni Luh Nopianti, sang istri, memilih untuk tetap sabar menanti hasil persidangan Agus. Pengacara Agus berharap pernikahan ini menjadi awal yang baik untuk kehidupan baru keduanya.
Pernikahan adat Bali memang dikenal kaya simbol dan tradisi. Dalam kasus Agus dan Ni Luh, kehadiran keris sebagai pengganti mempelai laki-laki menjadi bukti bahwa adat istiadat mampu beradaptasi dengan situasi tanpa mengurangi makna sakralnya.
“Semoga ini jadi awal yang baik untuk kehidupan mereka. Agus harus menjalani proses hukumnya dengan penuh tanggung jawab, sementara Ni Luh akan terus mendukungnya,” pungkasnya.